REDAKSI8.COM, Kota Banjarmasin – Selain piawai di bidang agama, pengarang Kitab Sabilal Muhtadin, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau yang lebih dikenal dengan Datu Kelampayan ini, juga mahir sebagai ahli teknik setelah sukses membuat aliran Sungai Tuan sebagai irigasi pertanian di masanya.
Hal tersebut dibahas oleh FGD Kelompok Diskusi Terpumpun Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al-Banjari (MAB) dengan mengambil tema “Heritage Sungai Tuan yang Berfungsi Teknis Sebagai Karya Tuan Besar Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari dalam Perspektif Teknik Sipil” di Kampus Uniska Banjarmasin, Rabu (7/3/18).
Menurut Adhi Surya Said, diskusi ini nantinya akan dibawa ke tingkat lebih lanjut, sehingga tidak menutup kemungkinan akan dikaji dan dijadikan satu heritage berharga bagi generasi.
“Tampaknya Sungai Tuan yang dibuat oleh ulama Arsyad Al Banjari saat ini masih berfungsi teknis, untuk itu wajib dijaga dan dilestarikan demi keberlanjutan warisan atau pusaka untuk masa depan, sebagai karya teknis Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang sudah berumur 2 abad,” katanya.
Terkait kondisi kritis dengan adanya pendangkalan dan penyempitan sungai, Adhi menyarankan Sungai Tuan secepatnya bisa dinormalisasikan.
Kajian teknis dan perhitungan Sungai Tuan, tambahnya, bisa melalui penelitian mendalam.
“Normalisasi Sungai Tuan bertujuan dijadikan sebagai heritage atau warisan dunia melalui PBB (UNESCO),” ujarnya.
Lantaran kawasan Martapura Lama sering kebanjiran, Adhi menceritakan bahwa niatan Sungai Tuan buatan Muhammad Arsyad Al Banjari ini bertujuan untuk menyudet Sungai Martapura, dan mencegah bencana banjir di Martapura lama. Pasalnya, sebagai sistem pengendali banjir, fungsi Sungai Tuan memang mumpuni, karena menekan aliran air Riam Kiwa yang masuk ke Sungai Tuan.
Kemudian berkurangnya pertemuan debit aliran Riam Kanan dan Riam Kiwa usai disudetnya melalui Sungai Tuan, sehingga banjir di Martapura Lama bisa teratasi.
Lebih lanjut Adhi menyampaikan, sodetan saluran dari Sungai Martapura dengan panjang kurang lebih 8 Km ini, dimulai dari hulu sungai Martapura, pertemuan Riam Kiwa dan Riam Kanan sampai ke dalam pagar (sungai Martapura hilir).
“Beliau paham betul kapan harus membuat saluran. Dengan melihat terjadinya air pasang dan surut pengaruh bulan penuh dalam ilmu falak. Beliau menarik garis lurus dengan ilatung (sejenis tongkat rotan) dari matahari terbit sampai matahari terbenam (dari Timur ke Barat),” terang pria yang kerap disapa Kang Surya ini.