REDAKSI8.COM – Kurang lebih 3 tahun terhitung sejak tahun 2018 hingga tahun 2020, trend perkara kasus perlindungan anak terjadi penurunan. Baik perkara kekerasan secara psikis maupun kekerasan seksual terhadap anak.
Berdasarkan data yang diterima Redaksi8.com secara tertulis dari Bidang Tindak Pidana Umum (Pidum) di Kejaksaan Negeri Kota Banjarbaru, sejak tahun 2018, 2019 dan 2020 secara perlahan kasus perlindungan anak berkurang.
Sedangkan pada tahun 2021 kemarin, jumlah kasus perlindungan masih sama dengan satu tahun sebelumnya yang berjumlah 12 kasus.
Tercatat pada tahun 2018 telah terjadi 23 perkara kasus perlindungan anak. Selanjutnya pada tahun 2019 turun menjadi 22 perkara saja.
Lalu di tahun 2020 kasus serupa diperoleh hanya 11 perkara saja dan 1 perkara belum ingkrah. Sementara di tahun 2021 lalu kasus yang telah mencapai putusan juga ada 12 kasus.
“Yang menarik itu kasus seorang ayah tiri menggauli anak tirinya yang berjenis kelamin laki-laki,” ungkap Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Tipidum) Kejari Banjarbaru kini dijabat Ganes Adi Kusuma di ruangannya, Kamis (25/4).
Ganes membeberkan, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tiri kepada anak laki-lakinya itu memberikan impact besar kepada perilaku dan obsesi seksual si anak. Ditambah si anak masih berumur belasan tahun.
Dimana pasca digauli si ayah tiri, perilaku anak tersebut ikut menyimpang dan mulai menyukai sesama jenis.
“Akhirnya si anak sekarang juga memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis karena bekas disetubuhi ayah tirinya,” ujar Ganes.
Selain itu lebih jauh kepada Redaksi8.com, kasus menarik lainnya juga seorang dokter kepada keponakan perempuannya yang masih di bawah umur.
Selanjutnya kasus perkara tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak diantara tahun 2019 dan 2020 masih sama, berjumlah 24 perkara. Sedangkan di tahun 2018 perkara anak sebanyak 30 perkara.
Tapi di tahun 2021 hanya ada 2 perkara saja. Dari data itu menunjukan terjadinya penurunan kasus kekerasan oleh anak secara signifikan. Di tahun ini pun dari Januari – April baru 2 perkara kasus kekerasan oleh anak.
“Yang ini beda lagi, perkara menarik disini (kekerasan oleh anak <–red) perihal orang tuanya ngajak anaknya minum-minuman keras abis itu ngeroyok orang,” terang Kasi Tipidum.
“Si bapa perkaranya masih berjalan dan kita proses. Sementara si anak punya undang-undang sendiri dia karena masih di bawah umur,” sambungnya.
Sekedar informasi, Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Di jelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
Anak adalah setiap orang yang belum berusia 21 tahun dan belum meniakah. Seandainya seorang anak telah menikah sebalum umur 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum genap umur 21 tahun, maka ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa bukan anak-anak.
Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Anak dalam Pasal 45 KUHP Pidana adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun.