REDAKSI8.COM – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Banjarbaru, Syamsuri, meminta sistem retribusi pengelolaan Parkir di Kota Banjarbaru menerapkan sistem wilayah atau zonasi. Lantaran PAD dari hasil retribusi parkir selama ini dinilainya cukup minim bahkan tidak memenuhi target PAD yang telah ditetapkan.
Sistem wilayah yang dimaksud Syamsuri adalah sistem dimana setoran hasil retribusi parkir ke Pemko Banjarbaru dikelola oleh pemilik wilayah yang berbadan hukum atau memiliki CV.
Dengan demikian menurutnya, target PAD yang selama ini dapat dicapai secara maksimal.
“Kita dari komisi II sudah mengusulkan sistem itu sejak beberapa tahun yang lalu. Ide itu muncul setelah kita melakukan studi banding ke daerah lain,” ungkapnya kepada Redaksi8.com melalui sambungan telpon, Senin (16/5).
Ia menyarankan, pemko Banjarbaru melakukan uji petik selama 1 bulan di wilayah-wilayah retribusi parkir.
Setelah uji petik diketahui nilai penghasilan dari masing-masing wilayah selama sebulan, barulah Pemko Banjarbaru membuka lelang kepada badan hukum resmi yang ingin mengelola wilayah parkir yang sudah ditetapkan oleh Pemko berdasarkan zonasi.
“Di wilayah primadona seperti di Murjani, Minggu Raya dan Van der Pijl semisal itu jadi zona 1. hampir setiap sore sampai malam biasanya kan rame disana. Misalnya disana dalam sebulan pendapatan hasil parkirnya sampai 30 juta dari uji petik, kita tawarkan 32 juta kepada para pemilik badan hukum tadi,” terang Syamsuri.
“Nah, jika si pemilik badan hukum menyetujui nilainya segitu, maka sangat jelas PAD dari retribusi parkir di wilayah primadona tadi sebesar 32 juta rupiah per bulan. Mau kondisinya nanti hujan atau panas atau bahkan sepi pengunjung, tetap saja si pemenang lelang tadi menyetorkan retribusi parkir kelolaannya senilai 32 juta rupiah per bulan, karena kontraknya segitu,” lebih jauh kepada Redaksi8.com.
Akan tetapi selama ini Ia mengungkapkan, hasil setoran di 97 titik retribusi parkir di Banjarbaru nilai angkanya tidak menetap, karena tergantung dari hasil pendapatan di setiap titik.
Sementara itu, Kepala UPT Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan (Dishub) Banjarbaru, Edy Mardiansyah mengaku, sebulan pemko Banjarbaru hanya mampu meraih Rp5 juta dari sektor parkir. Pendapatan itu bersumber dari 97 titik lokasi retribusi.
Rendahnya capaian PAD itu, lantaran tak sesuai dengan aturan yang ada. Sedangkan dalam Perda Nomor 26 tahun 2011, tentang retribusi tempat parkir, tertera nominal retribusi. Rp1.000 untuk motor, dan Rp2.000 roda empat.
“Seharuanya retrebusi parkir ini, di setiap titik menggunakan uji petik. Atau menyesuaikan jumlah motor roda dua dan empat,” ujarnya.
“Misal jika lokasi parkir di kafe dengan ukuran 5×5 meter dan digunakan uji peti, maka kami menghitung motor roda dua dan empat setiap harinya berkisar Rp l25 ribu. Maka dalam satu bulan pengelola parkir diwajibkan nuntuk menyetor Rp750 ribu perbulan,” sambungnya.
Sayangnya katanya, aturan itu belum sepenuhnya dijalankan. Lantaran pengelola parkir keberatan. Alasannya jumlah setoran terlalu tinggi jika dilakukan uji petik.
“Makanya kami lakukan negosiasi dengan pengelola parkir. Setiap bulannya PAD yang dihasilkan satu titik parkir Rp100 ribu hingga Rp400 ribu,” Ia menukas.
Ia memastikan, Untuk menggenjot PAD dari retribusi parkir, ke depan pihaknya akan menerapkan pengelola parkir perwilayah, tak lagi per orang. Sehingga PAD dapat dimaksimalkan.
“Untuk menangani hal ini, kami akan berkoordinasi dengan DPRD Banjarbaru dalam waktu dekat ini,” pungkasnya.