
REDAKSI8.COM – Sempat turun selama 3 tahun terakhir, trend perkara kasus perlindungan anak di tahun 2022 justru naik.
Tercatat, pada tahun 2022 jumlah kasus perlindungan anak naik 8 perkara.
Dari yang sebelumnya hanya 11 perkara selama tahun 2021, tahun 2022 perkara perlindungan anak yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Banjarbaru naik menjadi 19 perkara.


Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Tipidum) Kejari Banjarbaru Ganes Adi Kusuma membeberkan, dibandingkan tahun 2021, tahun 2022 telah terjadi kenaikan kasus perlindungan anak sebanyak 8 perkara.
“Kebanyakan perkara yang naik itu lebih ke arah pencabulan terhadap anak,” ungkap Ganes panggilan akrabnya kala diwawancara di ruang kerjanya, Jumat (27/1) pukul 09.17 wita.
Diantaranya terang Ganes, kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh seorang lansia berumur 70 tahun keatas.
“Anak yang bersangkutan sampai hamil. Itupun anak tetangga si pelaku,” cetusnya.
Kemudian yang sempat viral di tahun 2022 sambung Ganes, pencabulan oleh ayah kandung terhadap anaknya sendiri yang juga masih belum dewasa, atau di bawah umur.
“Kasus seperti ini tersebar di Kota Banjarbaru, tidak terfokus disatu wilayah,” bebernya.
Begitu juga dengan perkara kasus kekerasan atau tindak criminal yang dilakukan oleh anak, katanya tahun kemarin turut meningkat.
Dimana tahun 2021 hanya 4 perkara, tahun 2022 naik jadi 7 perkara.
“Sebagian besar kasusnya terdiri dari aktivitas pencurian, narkoba dan pengeroyokan,” tutup Ganes.
Dari data yang telah dikumpulkan Redaksi8.com sejak tahun 2018, trend perkara kasus perlindungan anak sempat turun.
Baik perkara kekerasan secara psikis maupun kekerasan seksual terhadap anak.
Tercatat pada tahun 2018 telah terjadi 23 perkara kasus perlindungan anak. Selanjutnya pada tahun 2019 turun menjadi 22 perkara.
Lalu di tahun 2020 kasus serupa diperoleh hanya 12 perkara.
Sedangkan tahun 2021, kasus yang telah mencapai putusan ada 12 kasus.
Selanjutnya kasus perkara tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak diantara tahun 2019 dan 2020 masih sama, berjumlah 24 perkara.
Tahun 2018 perkara anak sebanyak 30 perkara. Tapi di tahun 2021 hanya ada 2 perkara saja.
Dari data itu menunjukan terjadinya penurunan kasus kekerasan oleh anak secara signifikan.
Sekedar informasi, Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Di jelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
Anak adalah setiap orang yang belum berusia 21 tahun dan belum meniakah. Seandainya seorang anak telah menikah sebalum umur 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum genap umur 21 tahun, maka ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa bukan anak-anak.
Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Anak dalam Pasal 45 KUHP Pidana adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun.
DP2KBPMP2A Catat Kasus Kekerasan Pada Anak Meningkat Tahun 2022
Berdasarkan data Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pengendalian Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBPMP2A) Kota Banjarbaru, kasus kekerasan terhadap anak meningkat.
Kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2021 sebanyak 27 laporan yang dihimpun kawan-kawan DP2KBPMP2A.
Sementara, tahun 2022 ada 33 laporan kasus kekerasan terhadap anak. Ini membuktikan, ada trend kenaikan di perkara kekerasan kepada anak.
Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (DP2KBPMP2A) Kota Banjarbaru Siti Masliani mengatakan, pihaknya sudah melakukan beberapa upaya untuk menekan tindak kekerasan terhadap anak di Kota Banjarbaru.
“Kita melaksanakan sosialisasi di semua kalangan masyarakat, seperti di sekolah-sekolah, organisasi perempuan, dan kader-kader yang ada dimasyarakat, yakni kader PKK, Posyandu, Forum RT/RW, serta tokoh Agama sudah kita lakukan sosialisasi,” papar Siti Masliani kepada Redaksi8.com, Jum’at (27/1/23).

Menurutnya, kekerasan terhadap anak seperti layaknya gunung es, yang terlihat hanya sedikit dipermukaan, namun yang tidak terlihat lebih banyak dibawah permukaan.
“Ketakutan masyarakat untuk menyampaikan pengaduan itu yang ingin bisa kita ungkap,” ujarnya.
“Disini kami sampaikan bahwa identitas mereka akan dirahasiakan, jika ada yang melaporkan kekerasan anak,” sambungnya.
Masliani menambahkan, kepada masyarakat yang memang ingin menyampaikan kekerasan yang terjadi di lingkungannya, baik itu rumah tangganya maupun masyarakat sekitar bisa adukan kepihaknya.
Laporan dapat diadukan ke RT dan RW atau datang langsung ke Kelurahan.
Karena pihaknya memiliki jaringan di tingkat Kelurahan, yaitu Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
“Kita punya PATBM di Kelurahan, jadi silahkan mengadu kepada mereka, dan mereka nanti yang akan mengatasi, atau kita langsung yang akan menindaklanjutinya,” pungkas Masliani.

