REDAKSI8.COM – Isu terakit adanya jilid 2 perjalanan Kunjungan Kerja Anggota DPRD Kabupaten Banjar yang awalnya tanda tanya kita mulai terbuka. Tentunya ini juga sangat mengejutkan, Isu ini diutarakan oleh salah satu anggota DPRD Kabupaten Banjar.
Akhirnya ada juga anggota DPRD Kabupaten Banjar yang terus terang mengakui bahwa diduga ada penyimpangan dalam kunjungan kerja anggota DPRD Banjar jilid II (2020-2021) yang saat ini masih diselidiki Kejati Kalsel dan Kejari Banjar.
Irwan Bora dari Fraksi Gerindra ini menjelaskan secara gamblang bahwa dirinya ikut yang diundang dimintai klarifikasi ke Kejati Kalsel. “Memang saya termasuk orang yang diminta klarifikasi ke Kejati Kalsel terkait perjalanan dinas (kunker) anggota DPRD Banjar pada 2020 dan 2021,” akunya kepada pers, Kamis (28/4/2022).
Irwan juga mengatakan, memang beberapa waktu terakhir ada polemik di DPRD Banjar berkait masalah kunker, juga soal isu suap. Namun, secara pribadi ia mengakui memang diminta klarifikasi oleh Kejati Kalsel terkait kunker edisi 2020 dan 2021 beberapa waktu yang lalu.
Latar belakangnya, lanjutnya, adanya aturan uang saku sebagaimana aturan Perpres Nomor 33 yang membuat uang saku kunker per hari semakin kecil berkisar Rp 380 ribu/hari.
Adapun pada 2020 sebelum ada aturan baru, uang saku bagi anggota DPRD cukup lumayan, karena berkisar Rp 800 ribu/hari. “Nilainya lumayan, sehingga di 2020 itu saya amati tidak banyak penyimpangan,” jelasnya.
Berbeda di 2021, ketika uang saku kecil, sebagian anggota DPRD Banjar terkesan memacu intensitas kunker. “Makanya ada yang sampai delapan kali sebulan, kemudian tujuh kali dan juga enam kali dalam sebulan,” tukasnya.
Menurutnya, jika kunker itu terlalu sering sehingga kurang ideal lagi. “Bagi saya pribadi, kunker itu cukup tiga kali sebulan. Buat apa sering-sering keluar daerah kalau hasilnya kurang relevan bersentuhan dengan kepentingan masyarakat,” ungkapnya.

Ironisnya, lanjut Irwan, di tengah seringnya kunker keluar daerah, terindikasi ada penyimpangan yang merugikan keuangan negara, di mana sebagian anggota DPRD Banjar berani me-markup harga hotel.
“Di tengah pandemi Covid-19, justru hotel-hotel menurunkan harganya. Kalau pun masih ramai seperti Jakarta dan Bogor, paling banter harga hotel semalam cuma kisaran Rp800 ribu, dan nyatanya banyak yang berani mem-markup hingga Rp2,5 juta/malam. Dari selisih itu tentu saja ada kerugian negara,” imbuhnya.
“Mari kita lihat bersama perkembangan penyelidikan di Kejati Kalsel hingga naik ke penyidikan dan ada tersangkanya. Saya berharap sesuaikan dengan amal perbuatannya.
Jika ada oknum yang memang merugikan negara, mestinya harus ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tutupnya.
Memang diakuinya, penyelidikan di Kejati Kalsel dan Kejari Banjar belum rampung, karena belum semua anggota DPRD Banjar diminta klarifikasi, karena masih unsur pimpinan dan kelengkapan dewan, termasuk juga unsur petinggi ASN di setwan Banjar.
Ketua Forum Jurnalis Banjar Muslim Fahmi De Musfa angkat bicara terkait info yang disampaikan oleh Irwan Bora terkait perjalanan Kunjungan Kerja anggota DPRD Kabupaten Banjar.
“Saat mendengar pembicaraan langsung dari Irwan Bora anggota DPRD Kabupaten Banjar yang juga mantan ketua Komisi III, kita sangat terkejut, kok seperti itu kelakukan anggota DPRD yang katanya terhormat, sedikit agak reses juga dengan perjalanan dinas sampai 8 kali, apalagi ada mar’ap perhotelan dan adanya kuitansi yang dipalsukan,” tuturnya
Fahmi menjelaskan sebagai warga delema, kita mengharapkan mereka itu menjalankan amanah apa yang terjadi pada visi misi mereka saat kampanye. itulah kenyataan yang ada, mereka bisa dikatakan lupa akan janjinya dan sudah disumpah diatas Al Quran.


