REDAKSI8.COM – Menjalani profesi sebagai seorang perawat ternyata tidak semulus seperti lintasan sirkuit balap mandalika. Dibutuhkan mental kuat dan hati yang besar ketika melayani dan merawat lika liku perilaku para pasien yang ditangani.
Kenapa mesti bermental kuat, tidak jarang seorang perawat khususnya yang ditugaskan di plosok maupun puskesmas yang lokasinya jauh dari keramaian kota berhadapan dengan situasi yang tidak biasa. Misalnya, akses menuju lokasi puskesmas maupun puskesmas pembantu (Pustu) yang setiap hari dilewati sulit dilalui.
Belum lagi watak para pasien yang dirawat acap kali bisa menimbulkan amarah. Tentu saja ini membutuhkan hati yang besar supaya tidak menyalahi sumpah janji sebagai perawat yang melayani masyarakat dengan setulus hati.
Ketika Redaksi8.com menemui seorang perawat yang ditugaskan di Puskesmas Cempaka, Muhammad Yusuf (57) bercerita, selama 30 tahun lebih menjalani profesi sebagai seorang perawat tidak luput dari yang namanya terpaan mental.
Ia mengaku, semenjak pertama kali bertugas di wilayah Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan (Kalsel), kondisi jalan menuju lokasi Ia bekerja sangat sulit dilewati. Selain jauh juga kondisi jalan belum ada pengerasan. Kadang jika hujan jalan yang dilalui becek dan berlumpur.
“Biasanya penyakit yang kerap kita tangani pada warga itu Diare, Malaria dan banyak lagi. Ada yang sampai kehilangan cairan. Kalau konidisi pasien parah kita rekomendasikan untuk dirujuk ke rumah sakit,” ungkapnya kepada Redaksi8.com, Rabu (11/5).
Diangkat menjadi seorang perawat sejak tahun 1988 Yusuf mengungkapkan tidak luput dari yang namanya omelan dan amarah para pasien yang dihadapinya. Terutama dimasa pandemi Covid-19 kemarin. Celoteh warga masuk ke kedua telinganya itu tak jarang memaksa Yusuf mengelus dadanya dan mengeluarkan nafas panjang.
Bukan perkara besar, setiap pasien sama-sama ingin dilayani lebih dulu. Akan tetapi pihaknya ingin semua mesti tertib administrasi dan menyelesaikan antrian yang berlaku. Apalah daya Yusuf hanya memiliki dua tangan, begitupun perawat lainnya.
Andai dirinya tidak bermental kuat dan berhati besar menghadapi situasi demikian kata Yusuf, bisa saja ledakan amarah akan berbenturan dengan amarah.
“Tapi kami tidak terlalu memikirkan hal-hal seperti itu. Bagi kami itu hal yang wajar dan memang selalu berhadapan dengan hal-hal seperti itu,” ucap Yusuf.
“Saya juga manusia, kadang kala ada timbul rasa marah dihati tapi yang saya keluarkan bukan marahnya saya, nasehat kepada pasien. Bersabar bu ya masih ada orang yang perlu perawatan dan kondisinya juga sama-sama urgent. Itu yang saya ucapkan biasanya,” sambungnya menerangkan.