REDAKSI8.COM – Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Kalimantan Selatan (Kalsel), Baharuddin memberikan tanggapan mengenai persoalan dugaan masuknya pengusaha ikan dari luar Kalsel beberapa waktu lalu, yang dirasa pengusaha lokal cukup memberikan dampak kurang bagus terhadap perdagangan perikanan tangkap khususnya di daerah pesisir Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel.
Dari penelusuran pihak Iskindo beberapa tahun terakhir Ia menerangkan, beberapa pelabuhan yang berdiri di Kalsel diantaranya Pelabuhan Perikanan Banjar Raya di Banjarmasin, Pelabuhan Perikanan di Muara Kintab, Pelabuhan Batulicin dan Pelabuhan Nelayan di sekitara pesisir dan pulau-pulau kecil sebagian memang kerap dilanda fenomena perdagangan perikanan tangkap yang menuai dampak kurang bagus bagi nelayan itu sendiri maupun pengusahanya.
Dimana ujarnya, berkaca dari masalah masuknya dugaan pengusaha ikan dari luar Kalsel yang langsung membeli ikan hasil tangkapan nelayan dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pengusaha lokal baginya kemungkinan memberikan dampak terhadap mata rantai perdagangan masyarakat setempat bahkan Kalsel dan Penghasilan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Selatan.
“Tidak dipungkiri, nelayan pada dasarnya akan menjual hasil tangkapannya kepada pengepul dengan harga beli yang paling tinggi, sekalipun pengepul dari luar Kalsel atau lokal selama mereka memberikan nilai tambah harga,” Bahar panggilan akrabnya menerangkan.
“Namun apabila si pengusaha dari manapun itu tidak memiliki izin atau illegal dengan pola langsung membeli ikan ke nelayan dampak utamanya tentu saja terhadap PAD kita Kalsel. Sebaliknya bagi yang memiliki izin akan sangat memberikan suntikan ke PAD kita. Artinya proses jual beli ada terdata dan barang keluarpun juga terdata,” Ia menambahkan kepada Redaksi8.com, Minggu (8/11) siang.
Jika fenomena itu tetap bergulir menurutnya, pengusaha lokal perlahan akan mati lantaran kalah dalam persaingan dagang, dengan catatan si pengusaha yang diduga dari luar Kalsel itu tidak mengindahkan kaedah administrasi perizinan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Maka dari itu kami berharap instansi maupun stakeholder yang berkepentingan dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel wajib memperhatikan peristiwa seperti ini, khususnya Bidang Pengawasan untuk turun melihat langsung,” cetus Bahar.
“Semuanya harus bersinergi, dalam artian yang berperan sebagai pengawas harus turun mengatur, mencegah dan memberantas apabila terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan. Karena setahu kami ikan dari hasil tangkapan yang di daratkan ke pelabuhan perikanan akan menjadi suatu nilai PAD bagi Kalsel,” sambungnya memaparkan.
Selain itu, Bahar juga mengaku acap kali pihaknya banyak menemukan pelabuhan-pelabuhan pribadi yang mendaratkan ikan hasil tangkapan. Sehingga Ia mengharapkan fungsi pengawasan lebih ditingkatkan lagi.
“Intinya peranan itu harus dijalankan untuk memutus isu-isu yang kurang bagus ini,” tegas Bahar.
Selanjutnya Sekretaris Komunitas Haragu Banua Lestari (HBL) Kalsel, Isra Alhuda turut memberikan komentar atas peristiwa tersebut. Dari sudut pandang komunitas yang bergerak dibidang Perikanan, Pertanian, kehutanan dan pariwisata di Kalsel itu ucapnya, persaingan dagang antar pengusaha ikan tangkap lumrah saja terjadi selama pihak buruh atau nelayan hingga petani tidak dirugikan.
Dimana dalam kasus ini harga ikan dari hasil tangkapan nelayan yang dibeli dari pengusaha luar dengan harga yang melesat tinggi itu baginya bersinergi dengan harapan pemerintah saat ini, untuk mensejahterakan nelayan dan petani di Indonesia.
“Selama ini seolah kerja keras nelayan dan petani kurang dihargai karena harga dimankan sekelompok pengepul, suka-suka mereka kasih harga. Akhirnya nelayan tidak punya pilihan dengan melepas harga murah dengan diringi rasa kecewa,” ungkapnya kepada pewarta ini, Senin (9/11).
“Jika sudah terjadi persaingan harga seperti ini, nelayan dan petani jadi punya harga. Pasti lama-lama orang bahkan pemuda kita jadi semangat kembali melaut dan bertani karena usaha yang menjanjikan. Semua pekerjaan akhirnya punya nilai gengsi masing-masing tidak melulu harus menjadi buruh diperusahaan. Berkarya lebih bernilai dari pada sekedar jadi jongos,” paparnya dengan tegas.
Pedagang lokal pun katanya, haruslah mengevaluasi juga management marketing usaha yang digerakan jika terjadi fenomena masuknya pengusaha atau pengepul baru di wilayah bisnisnya. Serta kebijakan pemerintah terkait aturan pajak dan perizinan yang dirasanya pun bisa diringankan supaya persaingan tetap adil.
“Ini sebenarnya merupakan pintu masuk untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan kita, jadi jangan terlalu gerah donk jika ada pasar yang bagus untuk nelayan kita. Yang penting mereka si pengusaha baru itu tidak memonopoli perdagangan,” tutur Isra.
“Kami juga meminta kepada para pengambil kebijakan untuk aktif melakukan monitoring dan pengawasan jika memang ada regulasi yang terlewat. Mari kita membangun sebuah silaturahmi baik antara nelayan, pengusaha dan pemerintah dan stakeholder yang baik dalam mengharagu (merawat <- red) banua ini agar lestari,” lebih jauh kepada Redaksi8.com.
Isra menyarankan, kedepannya perlu ada gerakan koperasi nelayan yang professional agar tidak “menjeritkan” para nelayan lagi, sebagai bentuk wadah diskusi untuk menuju nelayan yang maju, sejahtera dan mandiri.
“Organisasi koperasinya pun haruslah dijalankan dengan jujur dan transparan,” tandasnya.