REDAKSI8.COM – Indonesia memiliki begitu banyak ragam seni dan budaya. Tak heran jika banyak wisatawan asing/mancanegara, yang menghabiskan waktu liburannya atau menikmati begitu indahnya keberagaman seni budaya di Indonesia.
Berbicara mengenai seni dan budaya tradisional, di Kalimantan Selatan juga memiliki banyak ragam seni dan budaya, dari seni tari daerah sampai seni musik panting.
Nah, baru baru tadi, salah satu kota di Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarbaru melalui Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Banjarbaru, mengadakan Festival Musik Panting se-Kalimantan Selatan di Panggung Bundar Kawasan Minggu Raya (MGR) Banjarbaru.
Festival Musik Panting yang diadakan oleh Disporabudpar Kota Banjarbaru bekerja sama dengan Dewan Kesenian Daerah Banjarbaru ini patut kita apresiasi dan acungi dua jempol. Bagaimana tidak, dengan diadakannya Festival Musik Panting ini, Pemerintah Kota Banjarbaru turut serta dalam melestarikan seni dan budaya yang ada di Kalimantan Selatan agar tak lekang dan hilang ditelan oleh zaman dan ‘nyaringnya’ musik modern saat ini.
Festival Musik Panting ini diikuti sebanyak 10 peserta, yakni Musik Panting Taparuhuy Banjarmasin, SDN Teluk Dalam 3 Banjarmasin, Fajar Harapan Martapura, Spenfourta Martapura, Dundang Maniring Banjarmasin, Mayang Maurai Banjarbaru, Sanggar Kambang Kananga Bati-Bati, Sanggar Ar-Rumi Martapura, Kalalapon Martapura, dan Junjungan Naga Pusaka Gambut/Martapura
Menariknya, ada 1 grup musik panting peserta yang para pemainnya merupakan kaum disabilitas. Tanpa canggung dan penuh percaya diri, mereka memainkan alat musik panting serta alat musik pendukung lainnya.
Para peserta membawakan dua buah lagu saat tampil. Ada lagu pilihan, ada juga lagu wajib. Untuk lagu wajibnya diantaranya Musik Panting, Paris Barantai, Guna-Guna Nikitak. Sedangkan lagu pilihan ada Manimang Bulan, Kambang Goyang, Pantun Balarangan, Karindangan, Ayun Napan, Raja Panting, sampai Taingat Kasih.
Menurut Kepala Disporabudpar Kota Banjarbaru Hidayaturahman, generasi muda (kaum millennial) saat ini cenderung lebih menyukai musik modern ketimbang musik tradisional.
“Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk melestarikan musik panting di kalangan kawan-kawan millennial,” ucap Hidayaturahman.
Dayat (sapaan akrab Hidayaturahman) berharap, musik panting yang merupakan musik tradisional khas Kalimantan Selatan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Jangan sampai di daerah Banjar (Kalimantan Selatan) lebih banyak musik dari luar (modern),” tukasnya.
Dilansir dari Wikipedia berbahasa Indonesia, pada awalnya musik Panting berasal dari daerah Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab tetapi ukurannya lebih kecil.
Pada waktu dulu musik panting hanya dimainkan secara perorangan atau secara solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan musik Panting akan lebih menarik jika dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, maka musik panting sekarang ini dimainkan dengan alat-alat musik seperti babun, gong, dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang. (dm)