REDAKSI8.COM – Penyiapan tempat-tempat isolasi terpusat untuk pasien COVID-19 bergejala ringan, maupun tanpa gejala merupakan salah satu hal penting yang perlu dilakukan di daerah, terutama di wilayah padat penduduk.
Tanpa adanya tempat isolasi terpusat, kecepatan penularan COVID-19 di wilayah padat penduduk tersebut, diyakini bisa terjadi semakin cepat dan masif.
Hal tersebut menjadi salah satu poin arahan Presiden Jokowi kepada kepala daerah se-Indonesia yang dilakukan melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
“Penyiapan rumah isolasi terutama untuk yang bergejala ringan. Kalau bisa, ini sampai di tingkat kelurahan atau desa, ini akan lebih baik. Kalau tidak, paling tidak, ada isolasi terpusat di tingkat kecamatan, terutama ini untuk kawasan-kawasan yang padat, utamanya di kota-kota, ini harus ada. Karena cek lapangan yang saya lakukan untuk kawasan-kawasan padat, [rumah berukuran] 3×3 [meter] dihuni oleh empat orang. Saya kira ini kecepatan penularan akan sangat masif, kalau itu tidak disiapkan isolasi terpusat di kelurahan itu atau paling tidak di kecamatan,” ujarnya.
Selain itu, seperti dikutip dari laman setkab.go.id, Presiden juga meminta kepala daerah untuk merencanakan dan menyiapkan rumah sakit daerah, termasuk rumah sakit cadangan dan rumah sakit darurat.
Hal tersebut ungkapnya, perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi apabila terjadi lonjakan sehingga kapasitas rumah sakit penuh.
“Paling tidak kita memiliki – di dalam perencanaan itu – bagaimana kalau rumah sakit itu penuh. Jangan [rumah sakit] sudah penuh baru menyiapkan. Akan terlambat,” imbuhnya.
Presiden juga meminta agar para kepala daerah rajin turun ke lapangan, untuk mengontrol langsung kondisi di lapangan, terutama menyangkut ketersediaan obat hingga kecukupan pasokan oksigen.
Selain itu, para kepala daerah juga diminta untuk terus memantau kapasitas rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) di setiap rumah sakit, sehingga bisa dioptimalkan untuk penanganan pasien COVID-19.
“Saya lihat beberapa daerah, rumah sakit masih memasang angka 20 atau 30 persen dari kemampuan bed yang ada. Lha ini bisa dinaikkan. Bisa 40 [persen] atau seperti di DKI Jakarta sampai ke 50 [persen] yang didedikasikan kepada [pasien] COVID-19. Ini kepala daerah harus tahu, jadi kapasitas berapa dan harus diberikan kepada [pasien] COVID-19 berapa. Kalau ndak, nanti kelihatan rumah sakitnya BOR-nya sudah tinggi banget padahal yang dipakai baru 20 persen. Banyak yang seperti itu,” paparnya.
Selanjutnya, Presiden juga menyoroti soal percepatan belanja daerah dan percepatan bantuan sosial, terutama yang berkaitan dengan bantuan UMKM, dana bantuan sosial, dan Dana Desa.
Berdasarkan data yang diterima Presiden, anggaran UMKM untuk seluruh daerah ada Rp13,3 triliun, sementara yang tersalurkan baru Rp2,3 triliun.
“Padahal kita sekarang ini butuh sekali. Rakyat butuh sekali. Rakyat menunggu. Sehingga saya minta ini agar segera dikeluarkan. Perlindungan sosial ada anggaran – di catatan saya – Rp12,1 triliun. Realisasi juga baru Rp2,3 triliun. Belum ada 20 persen semuanya. Padahal rakyat menunggu ini,” sambungnya.
Demikian halnya dengan Dana Desa di mana jumlah totalnya mencapai Rp72 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp28 triliun dipergunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa.
Tetapi realisasi yang sudah disalurkan baru mencapai Rp5,6 triliun atau kurang dari 25 persennya.
“Ini yang saya minta semuanya dipercepat. Sekali lagi, dengan kondisi seperti ini, percepatan anggaran sangat dinanti oleh masyarakat,” tandasnya.
Keinginan permaksimalan fungsi rumah sakit ini, langsung direspon pihak RSDI Banjarbaru,
Kepala Bagian Tata Usaha RSDI Kota Banjarbaru, M Firmansyah, pihaknya juga menambah jumlah bed sekitar 14 tempat tidur (TT) pasien.
Lantaran, dari 77 TT yang tersedia, 63 TT sudah digunakan oleh pasien suspect.
“Termasuk penggunaan ruangan murai untuk ruang perawatan covid-19,” cetusnya.
Di Bulan Juli paparnya, jumlah pasien suspect covid yang meninggal dunia sudah berjumlah 42 orang.
“Data terbaru hari ini saja sudah ada 5 orang yang meninggal dunia,” bebernya.
Akan tetapi, terkait ketersedian oksigen yang sempat krisis dan menjadi momok di daerah Pulau Jawa, di RSDI Kota Banjarbaru cenderung aman.
Bulan ini pihak RSDI ungkapnya, akan membeli 5 ribu tabung oksigen. Dimana jumlahnya 2 kali lebih banyak dari jumlah pembelian pada biasanya yang hanya sekitar 2.800 oksigen.
“Kita berjaga-jaga, karena setiap satu pasien itu mampu menghabiskan oksigen selama 2 sampai 3 jam per tabung,” pungkasnya.
Sedangkan pihak Pemerintah Kabupaten Banjar, melalui Kepala Dinas Kesehatan dr Diauddin menyatakan, pasien Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Banjar sendiri lanjutnya, tertanggal 23 Juli 2021, berjumlah 20 orang, jika dihitung dengan pasien yang sedang menunggu hasil PCR berjumlah 27 orang.
“Direktur RSUD Ratu Zalecha baru-baru ini menginformasikan bahwa ruangan VIP Intan pun sudah dibuka untuk melakukan perawatan pasien Covid-19,” terangnya.
Diauddin menambahkan dalam waktu dekat, Karantina Terpusat di Guest House Sultan Sulaiman yang sempat terhenti, akan kembali diaktifkan, sedang dalam masa penyiapan dan pengecekan fasilitas yang ada.