REDAKSI8.COM – Ribuan ekor tikus berjejer di jalan yang berada di kampung Sirang Desa Tambak Anyar Kabupaten Banjar, Selasa (11/12/2018) pagi.
Tikus tersebut dalam keadaan mati akibat diburu oleh masyarakat di Kecamatan Martapura Timur. Perburuan terhadap hewan pengerat tersebut, karena tikus tersebut merupakan hama yang kerap merusak hasil tanam mereka.
Penangkapan tikus tersebut dilakukan oleh masyarakat, sebelum dimulainya masa tanam benih di Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Pemburuan tikus itu sendiri dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahun.
Paling tidak, mereka berusaha meminimalisir agar serangan tikus di wilayah mereka, agar tanaman padi yang mereka tanam bisa tumbuh tanpa ada kerusakan akibat aktivitas tikus di sawah mereka.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Banjar M Fachry melalui Seksi Pengendali organisme penganggu tanaman Kabupaten Banjar Saiful Bahri mengatakan, bahwa masyarakat melakukan pemburuan tikus yang merupakan hama tanaman, selama 2 hari.
“Pada hari ini, masyarakat mengumpulkan tikus yang mereka tangkap sebanyak 1066 ekor, satu ekornya kita hargai 500 rupiah,” terangnya.
Tikus sawah atau bahasa latinnya Rattus argentiventer, adalah tikus yang mudah dijumpai di pedesaan dan perkotaan di penjuru Asia Tenggara dan Asia
Hewan pengerat ini menyukai persawahan, ladang, dan padang rumput, tempat ia memperoleh makanan kesukaannya berupa bulir padi, jagung, atau rumput. Ia membuat sarang di lubang-lubang tanah, di bawah batu, atau di dalam sisa-sisa kayu.
Hewan ini adalah jenis hama pengganggu pertanian tanaman utama dan sulit dikendalikan karena ia mampu “belajar” dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Hewan ini diketahui cerdas dan sering digunakan dalam penelitian perilaku hewan. Pengendalian biasanya dengan pemberian umpan beracun atau pengasapan yang dikombinasi dengan “penggeropyokan”.
Serangan tikus sawah (Rattus Argentiventer Rob & Kloss) dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada tanaman padi, mulai dari persemaian, padi siap panen, hingga padi telah tersimpan dalam gudang penyimpanan. Untuk mengatasi hal tersebut, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi merekomendasikan Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT).
Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. PHTT ini didasarkan pada pemahaman ekologi tikus yang dilakukan secara dini, intensif, dan tepat waktu. Kalau dapat menangkap satu ekor tikus betina pada awal musim tanam, setara dengan membasmi 80 ekor tikus setelah terjadi perkembangbiakan pada saat setelah panen.
Intensitas kerusakan tanaman padi di sawah berpagar maupun di sawah yang terbuka sangat tinggi saat tanaman padi ‘bunting’. Hal ini disebabkan karena tikus sawah berkesempatan mendapatkan pakan yang sangat disukai, ketika tanaman pada taraf pengisian bulir-bulir padi, dibandingkan dengan jenis pakan yang ada di habitat hidupnya.
Kegiatan pengendalian tikus sawah harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sawah dan ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS dan LTBS.
Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada persemaian dan pembuatan TBS (Trap Barrier System/Sistem Bubu Perangkap) dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.