REDAKSI8.COM – Pada 1 Juni 2020 lalu mapolsek Daha Selatan, Polres Hulu Sungai Selatan (HSS) diserang oleh Orang Tidak Dikenal (OTK) dan mengakibatkan satu anggota kepolisian yang sedang bertugas saat itu tewas. Aksi penyerangan yang diduga terkait dengan jaringan terorisme tersebut juga mengakibatkan membakar satu unit mobil patroli.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Banjar, Aslam saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (23/7) mengungkapkan secara garis besar bahwa di Kabupaten Banjar aman.
“Untuk di daerah kita bisa dibilang aman, karena besarnya pengaruh organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU) yang didukung sekitar 90 persen warga Kabupaten Banjar. Kita bersyukur keberadaan NU dapat mempersulit dan memperlambat paham-paham radikal dan ekstrimis masuk ke daerah kita,” ungkapnya.
Apalagi adanya tradisi atau kebiasaan di masyarakat seperti acara yasinan yang digelar setiap minggu secara bergiliran secara tak langsung menghalangi perkembangan paham-paham radikal.
“Kalau ada masyarakat yang tidak tergabung ke yasinan atau tidak hadir, pasti akan menjadi kecurigaan di masyarakat. Ini bisa menjadi bahan bagi kita untuk deteksi dini,” sebut Aslam.
Instansi yang dipimpinnya ini sebelum pandemi Covid-19 rutin melakukan rapat bersama tim terpadu dengan instansi terkait dan instansi vertikal setiap 3 bulan sekali untuk menyikapi informasi dan perkembangan di masyarakat.
“Tapi karena Covid-19 mulai tidak rutin lagi. Melalui rapat bersama perwakilan TNI, Polri, Kejaksaan dan lainnya kita bisa informasikan ke pimpinan tentang hal-hal yang mengkhawatirkan di masyarakat sehingga cepat ditindaklanjuti. Misalnya kasus dugaan penyimpangan pemahaman agama di Gambut beberapa waktu yang lalu,” bebernya.
Di Badan Kesbangpol Banjar sendiri pejabat yang khusus menangani hal-hal yang menjadi kewaspadaan di daerah ini, misalnya dengan melakukan pergerakan ke daerah untuk mengumpulkan informasi dan menjalin kerjasama yang cukup erat instansi terkait.
Ke depan, Badan Kesbangpol Banjar lanjut Aslam akan melibatkan masyarakat untuk melakukan pengawasan, terutama pada tempat kost atau rumah sewa yang bisa dibilang cukup rentan.
“Tempat kost ditempat kita kalau diinventarisir sangat besar, karena itu pengawasannya tergantung pada pemiliknya yang musti lebih ketat untuk mengetahui siapa yang menyewa, jangan cuma meminta KTP saja, itu akan menyulitkan kita untuk memantau dan mengidentifikasi karena tingkat kerentanannya yang tinggi. Ke depan harus dipantau lebih ketat,” katanya.
Apalagi sering kali pelaku yang memiliki paham ekstrimis dan radikal yang terlibat jaringan terorisme seperti kasus di luar daerah sering ngontak rumah dan berpindah tempat tinggal.
“Karena itu peran aktif pemilik kost yang menyediakan tempat tinggal yang disewakan dan penyewa harus lapor pada Ketua RT setempat,” ucapnya.