REDAKSI8.COM – Saat ini bumi dihadapkan dengan persoalan efek rumah kaca. Persoalan tersebut berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut dengan pemanasan global.
Peranan hutan sebagai penyerapan karbon (C) mulai menjadi sorotan. Namun pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk (C) dan melepaskannya kembali ke atmosfer sebagai CO2.
Berbeda halnya dengan ekosistem mangrove, yang justru mengandung bahan organik yang tidak membusuk dalam jumlah yang cukup besar.
Dengan demikian, ekosistem mangrove lebih memiliki fungsi dan potensi yang sangat besar sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang berada di hutan hujan tropis.
Oleh karena itu, saya Zainudin Akbar, mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Lambung Mangkurat beserta dosen pembimbing Bapak Drs. Muhammad Syahdan S.Pi, M.Si dan Bapak Nursalam S.Kel, MS dan Tim Survey Munir, M. Nor, Tami, Karim, Syahril, Albi, Bang Irwan, Diah, Ghani, Nico dan Badawi tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Pendugaan Stok Karbon Biru (Blue carbon) Pada Jenis Avicennia Marina di Kawasan Ekowisata Mangrove Desa Pagatan Besar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan, Kawasan Ekowisata Mangrove Desa Pagatan Besar, mampu menyerap karbon sebesar 381,68 ton/ha.
Jika dalam 1 ha kawasan Ekowisata Mangrove Desa Pagatan Besar mampu menyimpan karbon sebesar 381,685 ton, maka dengan demikian, luas 10 ha kawasan Ekowisata Mangrove Desa Pagatan Besar mampu menyimpan karbon ± 3.816,850 ton. Hal ini menunjukan bahwa kawasan Ekowisata Mangrove Desa Pagatan Besar relatif tinggi dalam menyerap karbondioksida.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peranan ekosistem mangrove mampu menyerap karbondioksida yang berada di atmosfer, sehingga hal tersebut dapat menunjang kegiatan pengelolaan kawasan secara berkelanjutan.