REDAKSI8.COM – Beberapa waktu lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Edhy Prabowo, telah mencabut aturan larangan ekspor benih lobster yang sebelumnya diterbitkan Mantan Menteri KKP, Susi.
Pencabutan peraturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam aturan itu pula, ada beberapa syarat bagi pihak-pihak yang ingin mengekspor benih lobster. Hal itu khususnya dijabarkan dalam Pasal 5 Ayat 1.
Dalam Pasal 5 Ayat 1 disebutkan bahwa pengeluaran benih-benih lobster (puerulus) dengan harmonized system code 0306.31.10 dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan dengan beberapa ketentuan.
Adapun ketentuan yang dimaktubkan antara lain, kuota dan lokasi penangkapan benih-benih lobster harus sesuai dengan hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN). Lalu eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat.
Kendati keran ekspor sudah dibuka, Edhy mengklaim prioritas utama pemerintah adalah mengembangkan budi daya lobster. Pasalnya, satu ekor lobster bisa menghasilkan sekitar satu juta telur.
Sementara di daerah menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Selatan, Fadhli, berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan Direktoral Jendral Perikanan Tangkap melalui Surat Keputusan Nomor 25 tahun 2020, kegiatan penangkapan Lobster di daerah hanya diperbolehkan sebanyak 189 ton Lobster, berlaku untuk seluruh Indonesia.
“Kita Kalsel dapat kuota hanya diperbolehkan 25 ton saja per tahunnya, kalau dipersentasikan sebesar 13,2%. Cuma nelayanan kita sampai saat ini belum bisa mencapai 25 ton untuk hasil tangkap lobster,” ungkap Fadhli ketika ditemui Redaksi8.com, Rabu (12/8).
“Di Kalimantan Selatan belum ada lagi yang mencoba kegiatan Budidaya Lobster, mulai dari pembibitan, pembesaran belum ada. Hanya sebatas penangkapan saja,” sambungnya.
Lokasi penangkapan di wilayah Kalsel ungkapnya di berada di wilayah WPP 712 tepatnya di perairan laut jawa. Sedangkan pada wilayah 713 itu berada di Selat Makasar.
“Kita Kalsel memiliki wilayah tangkap di sana. Kewenangan kita provinsi, penangkapan diperbolehkan dari angka 0 surut terendah sampai 12 mil ke arah laut,” papar Fadhli.
“Wilayah laut jawa sendiri dari Muara Barito, Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru,” lanjutnya.
Lebih jauh kepada Redaksi8.com, pemerintah pusat telah memilih perusahaan swasta yang diperbolehkan memperoleh benih Lobster. Dimana, perusahaan tersebut nantinya akan bekerja sama dengan nelayan-nelayan setempat.
Nelayan tersebut juga harus memiliki izin langsung dalam pengoprasian penangkapan benih lobster. Dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalsel yang mengeluarkan izinnya. Pihaknya lanjutnya hanya sebatas memberikan rekomendasi.
“Polanya ini seperti rantai rangkaian. Dimana nelayan menangkap, perusahaan yang membelinya. Jadi perusahaan itu nantinya akan membawahi beberapa nelayan yang sudah memiliki izin atau sertifikat oprasional tangkap lobster, diluar itu tidak diperbolehkan. Saat ini kita lagi menyusun, pengoprasionalannya belum,” jelas Fadhli.
“Semuanya terkontrol. Jadi nanti akan ada terjadi persaingan kualitas dari hasil tangkapan nelayan-nelayan tersebut.
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja Perum Perikanan Indonesia Kalimantan Selatan, Trisna Utama mengaku, secara signifikan melalui Perum Perikanan Indonesia unit Kalsel belum pernah melakukan ekspor lobster. Namun, selama ini pihaknya hanya membantu serapan dari nelayan untuk dibagikan ke pasar trasional, permintaan secara daring, ritel modern skala kecil hingga ritel modern skala besar.
Sedangkan untuk besaran ukuran lobster yang diserap pihaknya dari lokasi penangkapan sebesar 200 sampai 500 gram ke atas.
“Jadi kita tidak mengambil jenis lobster yang dibawah 200 gram. Kalau kisaran penangkapan kita hanya mengambil 500 Kilogram, paling banyak 1 ton,” terang Trisna Utama.
“Peminat lobster sendiri memang sebagian besar dari masyarakat kalangan atas. Kita upayakan penikmat lobster mengalami peningkatan, tidak hanya orang luar saja tapi di negeri sendiri juga kalau bisa mulai mengonsumsi lobster yang kaya akan vitamin dan protein,” lanjut Trisna panggilan akrabnya.
Jenis-jenis lobster yang biasa Ia beli dari nelayan diantaranya jenis lobster pasir, bambu dan mutiara. Permintaan lobster pasir dan bambu ujar Trisna, biasanya diserap untuk memenuhi kebutuhan Horeka (Hotel, Restoran dan Katering) di luar daerah seperti Kaltim dan Kalteng. Sementara untuk lobater mutiara di serap untuk memenuhi kuota pengiriman ke Kota Surabaya.
“Harapan saya masyarakat kita mulai membiasakan mengonsumsi ikan laut. Selain tinggi protein dan vitamin, tentunya itu semua akan menambah imun dan sistem kekebalan dalam tubuh kita,” Ia menukas.
“Saran saya jangan menangkap lobster yang di bawah 200 gram, nanti terjadi kepunahan. Boleh menangkap asal sesuai aturan yang telah ditetapkan. Kami akan mendukung jika ada yang berkeinginan membuka budidaya lobster, khsusunya yang masuk dalam wilayah WPP 712 dan 713,” pungkasnya.