REDAKSI8.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dini Hari ini Rabu (25/11) menciduk Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Dikutip dari chanel youtube https://youtu.be/LRAUhzPhsAc, diduga penangkapan terhadap menteri KKP itu ada kaitannya dengan kasus suap Benih Lobster (Benur). Persoalan Benur sendiri beberapa waktu lalu sempat “memanas” saat Edhy Prabowo mencabut aturan larangan ekspor Benur yang diterbitkan oleh menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
Pencabutan larangan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam aturan itu pula, ada beberapa syarat bagi pihak-pihak yang ingin mengekspor benih lobster. Hal itu khususnya dijabarkan dalam Pasal 5 Ayat 1.
Adapun ketentuan yang dimaktubkan antara lain, kuota dan lokasi penangkapan benih-benih lobster harus sesuai dengan hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN).
Lalu eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat.
Kendati keran ekspor sudah dibuka, Edhy mengklaim prioritas utama pemerintah adalah mengembangkan budi daya lobster. Pasalnya, satu ekor lobster bisa menghasilkan sekitar satu juta telur.
Lantas, bagaimana kondisi ekspor Benur di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel)? Sudahkah aturan itu dijalankan? Apakah hasil tangkap Benur di Kalsel melimpah ruah?
Redaksi8.com beberapa waktu lalu sempat mewawancara Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel, Fadhli mengatakan, berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan Direktoral Jendral Perikanan Tangkap melalui Surat Keputusan Nomor 25 tahun 2020, kegiatan penangkapan Lobster di daerah hanya diperbolehkan sebanyak 189 ton Lobster, berlaku untuk seluruh Indonesia.
“Kita Kalsel dapat kuota hanya diperbolehkan 25 ton saja per tahunnya, kalau dipersentasikan sebesar 13,2%. Cuma nelayanan kita sampai saat ini belum bisa mencapai 25 ton untuk hasil tangkap lobster,” ungkap Fadhli ketika ditemui pewarta ini, Rabu (12/8).
“Di Kalimantan Selatan belum ada lagi yang mencoba kegiatan Budidaya Lobster, mulai dari pembibitan, pembesaran belum ada. Hanya sebatas penangkapan saja,” sambungnya.
Lokasi penangkapan di wilayah Kalsel ungkapnya di berada di wilayah WPP 712 tepatnya di perairan laut jawa. Sedangkan pada wilayah 713 itu berada di Selat Makasar.
“Kita Kalsel memiliki wilayah tangkap di sana. Kewenangan kita provinsi, penangkapan diperbolehkan dari angka 0 surut terendah sampai 12 mil ke arah laut,” papar Fadhli.
“Wilayah laut jawa sendiri dari Muara Barito, Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru,” lanjutnya.
Lebih jauh kepada Redaksi8.com, pemerintah pusat telah memilih perusahaan swasta yang diperbolehkan memperoleh benih Lobster. Dimana, perusahaan tersebut nantinya akan bekerja sama dengan nelayan-nelayan setempat.
Nelayan tersebut juga harus memiliki izin langsung dalam pengoprasian penangkapan benih lobster. Dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalsel yang mengeluarkan izinnya. Pihaknya lanjutnya hanya sebatas memberikan rekomendasi.
“Polanya ini seperti rantai rangkaian. Dimana nelayan menangkap, perusahaan yang membelinya. Jadi perusahaan itu nantinya akan membawahi beberapa nelayan yang sudah memiliki izin atau sertifikat oprasional tangkap lobster, diluar itu tidak diperbolehkan. Saat ini kita lagi menyusun, pengoprasionalannya belum,” jelas Fadhli.
“Semuanya terkontrol. Jadi nanti akan ada terjadi persaingan kualitas dari hasil tangkapan nelayan-nelayan tersebut,” tandasnya.