Selain jauhnya jarak menuju puncak Gunung Bukit Raya, saat pendakian Alfi merasa begitu banyak tantangan dan rintangan yang sempat menyulitkan timnya.
Baik dari jalur, vegetasi alam, sungai, kontur gunung hingga hewan liar pengisap darah yang dikenal dengan sebutan pacat.
Bahkan saking epicnya, dari awal pendakian sampai turun lagi ke desa terakhir yakni Desa Tumbang Habangoi, tidak sedikitpun badan mereka kering akan guyuran air hujan.
“Tantangannya selain dari jalur, kita juga menghadapi vegetasi yang lebat. Banyak aliran sungai dan jalur setapak hingga mengharuskan kami naik menggunakan tali, serta banyaknya hewan pacat (Lintah) yang terkenal mengisap darah,” Alfi menjelaskan.
Namun beruntungnya, selama pendakian mereka didampingi oleh sejumlah pemuda desa setempat yang merupakan suku asli Dayak kaharingan. Sehingga perjalan tetap dilalui dengan rasa aman tanpa ada gangguan apapun selain dari rintangan alam itu sendiri.
“Kita membawa 6 pemuda desa asli Suku Dayak Kaharingan. 1 porter dan sisanya mendampingi,” ungkapnya.
Selanjutnya dari salah satu tim ekspedisi SSI Mapala Piranha Muhammad Ilfannor mengaku cukup kewalahan menuju puncak melalui hutan yang di kenal dengan hutannya para pacat itu.
Lantaran disetiap jengkalnya, daun dan ranting di sepanjang jalur kerap dipadati oleh hewan pacat.
Walaupun dilanda hujan terus menerus dan kondisi badan yang lelah tak terbendung, tidak mematahkan semangat Ilfan dan kawannya untuk tetap melanjutkan pendakian.
“Waktu mau mendaki kondisi saat muncak itu hujan terus berangin. Jadi pakaian basah semua saat mendaki dengan kondisi yang capek juga. Jadi hanya semangat yang bisa dirasakan untuk terus mendaki,” tukasnya.