REDAKSI8.COM – Melalui kepresidenan G20 yang akan digelar dalam waktu dekat, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengupayakan Indonesia untuk mempromosikan distribusi investasi yang adil ke negara-negara berkembang.
Menurut Bahil, distribusi investasi global saat ini tidak merata, terutama dalam hal investasi hijau.
“Negara berkembang hanya mendapatkan seperlima, dan negara maju paling besar,” katanya dalam kegiatan temu media di Nusa Dua, Bali, Senin, (14/11).
Bahlil menjelaskan, dunia saat ini sedang giat mempromosikan energi hijau. Produk dengan EBT juga memiliki nilai jual yang berbeda dengan produk tanpa EBT.
Namun, kelompok besar G20, yang menyumbang 80 persen dari PDB dunia, 75 persen dari ekspor dunia dan 60 persen dari populasi dunia sebenarnya menerima bagian besar dari investasi di sektor EBT.
“Apa yang terjadi, aliran investasi untuk EBT, itu tidak adil. Jadi kalau seperlimanya hanya dikuasai negara berkembang yang masuk G20, itu terjadi ketimpangan luar biasa. Maka Indonesia menginisiasi agar terjadi keadilan penyebaran investasi untuk EBT,” Ia menjelaskan.
Melalui pertemuan Menteri Perdagangan, Investasi, dan Perindustrian (Trade, Investment and Industry Ministrial Meeting/TIIMM), pemerintah Indonesia meminta bantuan negara berkembang lainnya untuk memberikan ruang bagi pembangunan. Apalagi negara-negara berkembang ini kaya akan sumber daya alam.
“Itu pun perdebatan panjang, Alhamdulilah saya sendiri yang memimpin delegasi tingkat menteri dan disetujui terjadi pemerataan penyebaran alur investasi,” lebih jauh kata Bahlil Lahadalia.
Setuju dengan poin penyebaran arus investasi EBT ke negara berkembang, Bahlil menambahkan, negara maju kini harus cerdas dan memiliki hati yang besar untuk berinvestasi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pemerintah kini secara teknis mengikuti dan mengembangkan strategi ‘pick up the ball’ untuk menarik investasi dari negara-negara maju tersebut.
Pendapatnya, diperlukan strategi kreatif untuk menarik investasi yang memberikan lebih banyak peluang bagi negara berkembang.
“Ini kesepakatan, kesepahaman. Sebuah kesadaran bersama dan sudah membuka diri. Sama seperti di Paris Agreement, ada sebuah kesadaran bersama, bagi negara yang kreatif, maka dia akan mendapatkan porsi yang lebih baik,” pungkasnya.