REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Pemerintah Kota (Pemko) Banjarbaru berencana akan merelokasi permukiman warga korban kebakaran di Kecamatan Cempaka.
Pasca terjadinya kebakaran yang menghanguskan 18 buah rumah itu dihuni sebanyak 25 kepala keluarga, sehingga menjadi perhatian khusus dari Pemko Banjarbaru.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banjarbaru, Emi Lasari mengatakan, wacana relokasi itu sebenarnya sudah muncul pada saat pihaknya ingin membangun bantaran sungai di lokasi tersebut untuk mengatasi banjir di tahun 2021/2022.
Namun, waktu itu masih belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat.
Sehingga untuk mengatasi banjir, muncul lah salah satu opsi yakni membangun embung dan membuat sodetan berdasarkan kajian mitigasi banjir yang dilakukan oleh Dinas PUPR di Kecamatan Cempaka.
Alhasil, pembangunan embung sudah terlaksanakan, akan tetapi untuk pembuatan sodetan tidak jadi dilakukan oleh Dinas PUPR karena mendapat penolakan dari masyarakat.
Sodetan merupakan saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi dengan mempertimbangkan alur sungai stabil.
“Warga belum sepakat untuk dilakukan direlokasi, ketika ada musibah kebakaran kemarin maka wacana relokasi itu kembali mencuat, karena memang banyak sekali warga yang rumahnya terdampak kebakaran,” katanya, Jum’at (19/4/24).
Menurutnya, proses relokasi itu memang sedikit sulit dilakukan, karena dalam relokasi sangat perlu tahapan yang memang benar-benar matang.
Baik bagaimana cara mensosialisasikannya, serta membangun kesepahaman dengan masyarakat itu yang sangatlah penting.
“Selama belum terbangun kesepahaman dan kesadaran kolektif ke masyarakat itu agak susah kita memaksakan untuk relokasi,” ungkapnya.
Sebab menurutnya, apabila ingin tetap merelokasi maka harus dipastikan dimana tempat relokasinya, dan bagaimana tahapan serta pembangunannya kedepan.
Kemudian, apa yang menjadi hak masyarakat dan apa yang menjadi kewajiban masyarakat harus dirampung terlebih dahulu dan disepakati bersama-sama.
“Jadi komunikasi itu lebih banyak komunikasi sepihak masih yang dilakukan Pemko, tapi bagaimana masyarakat menanggapi ini yang belum kita identifikasi dengan benar,” ucapnya.
“Termasuk kita dari dewan belum mendengar persetujuan dari masyarakat, jangan sampai kesannya kita menjadi memaksa, memaksa karena musibah kebakaran sehingga kita langsung merelokasi,” sambungnya.
Meski demikian, dirinya melihat dari sudut pandang yang berbeda terkait pesoalan relokasi. Pasalnya, adanya normalisasi sungai dan penataan bantaran sungai membuat prosesnya tidak bisa semerta-merta.
Walaupun Pemko dalam melakukan sosialisasi mendapat penolakan dari masyarakat, bukan berarti cukup sampai disana, tetapi bagaimana caranya untuk memberikan pemahaman yang secara konferhensif kepada masyarakat.
“Bagaimana meyakinkan kepada masyarakat bagaimana planning pembangunannya, mulai dari tahapan dan planning pembangunannya kedepan seperti apa harus disampaikan,” lugasnya.
Karena dalam pemilihan lokasi untuk relokasi tempat tinggal juga harus berdasarkan kajian yang benar, sehingga pemilihan tempat ini bisa tepat.
“Setahu saya anggaran di tahun 2023/2024 kita belum ada menganggarkan untuk pembangunan tempat relokasi, sampai sekarang pun kita belum mendengar dimana tempat relokasi yang sudah final yang dilakukan,” pungkasnya.