REDAKSI8.COM – Rambut memutih dengan badan yang renta, Marsiah yang berusia 71 tahun, perlahan namun pasti merangkai bilah – bilah bambu dengan tali yang berasal dari paikat (rotan-red) untuk di jadikan lukah (alat tangkap ikan tradisional –red).
Tidak ada kata putus asa atau bersantai di benak Marsiah, baginya, lukah harus secepatnya selesai, dengan begitu ia juga bisa mendapatkan uang tunai yang sangat berguna baginya untuk melanjutkan kehidupan.
Di ruang tengah rumahnya, di Desa Pematang Baru RT 3, Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Marsiah (71) melanjutkan pekerjaanya, menyelesaikan pembuat sebanyak 25 lukah yang sudah sekitar satu minggu ia kerjakan bersama seorang anaknya. Ke-25 lukah itu harus selesai hari itu juga, karena esok harinya harus ia bawa ke Pasar Martapura untuk dijual.
Tapi seperti minggu-minggu sebelumnya, Nini Imar, begitu ia akrab disapa optimis dapat menyelesaikan pembuatan 25 lukah pada sore harinya karena tinggal memasang andut memasang andut -semacam rangkaian bambu yang dipasang di tengah-tengah lukah sebagai penahan ikan yang telah masuk agar tak keluar lagi- yang menjadi tahap akhir pembuatan lukah. “Memasang andut cepat saja, nanti sore pasti selesai karena besok pagi harus dijual ke pasar,” kata Marsiah Selasa (18/4) lalu.
Nini Imar biasa menjual lukah-lukah buatannya saban Selasa dan Jumat yang merupakan hari pasaran Pasar Martapura. Sebuah lukah bisa ia jual dengan harga Rp9000,-. Jika tidak di jual ke pasar, Imar biasanya menjualnya pada seorang pengumpul yang datang menyambangi rumah-rumah warga untuk membeli lukah-lukah. Jika menjualnya di rumah, sebuah lukah hanya dihargai Rp8000,-,lebih murah Rp1000 dengan harga jual di pasar.
Membuat lukah, sudah ia lakoni sejak puluhan tahun silam, bahkan sejak ia berusia kanak-kanak Marsiah sudah mulai belajar membuat lukah pada orangtuanya. Keahlian membuat lukah yang ia dapat dari orangtuanya itu kini juga ia turunkan ke anak-anak cucunya.
Tak jauh dari rumah Marsiah yang sedang menyelesaikan pembuatan 25 lukahnya, warga lain, Misdar meraut rotan atau dalam bahasa lokal paikat. Paikat itu nantinya akan digunakan sebagai tali pengikat bilah-bilah bambu pada lukah. Tak jauh dari tempatnya meraut paikat, bahan utama pembuatan lukah, bambu jenis aur minyak juga telah ia siapkan.
Tahap meraut bambu dan rotan, menjadi bilah-bilah kecil, diakui Misdar adalah yang paling sulit dan memakan waktu cukup lama, harus sabar dan telaten. “Kalau tinggal menjalin, atau merangkai lukah 75 persen pekerjaan sudah dianggap selesai,” kata Misdar.
Seperti halnya Marsiah yang sudah bisa membuat lukah sejak kecil, Misdar juga demikian. Bahkan hampir semua kemampuan membuat lukah warga Kampung Pematang Baru diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Kemampuan membuat lukah sejak berpuluh-puluh tahun silam dengan kualitas yang lebih baik dan lebih kuat dibanding lukah buatan daerah lain membuat kampung Pematang Baru digelari kampung bubuhan pelukahan.
Beberapa tahun terakhir, warga mulai membuat lukah jenis lain, lukah khusus belut. Seperti halnya lukah biasa atau warga menyebutnya lukah jarang, sejak dua tahun belakangan, lukah belut buatan warga Pematang Baru diburu pembeli. Padahal, kata Misdar, lukah belut atau lukah walut diadopsi dari lukah buatan dari daerah Amuntai HSU. “Setelah tahu di ada lukah walut daerah Amuntai, warga Pematang Baru mengadopsinya. Dan hasilnya justru jauh lebih baik dibanding lukah walut dari daerah asalnya,” kata Misdar.
Dibanding lukah renggang, harga jual lukah belut juga relatif lebih mahal bahkan hingga dua kali lipat dari harga lukah biasa. Jika harga lukah renggang tak lebih dari Rp10.000, lukah belut mencapai Rp21.000. harga itu baru dari tangan pebuatnya, jika dipasaran harganya bahkan mencapat Rp25.000 – Rp30.000.
Harga yang lebih mahal, kata Misdar, wajar mengingat bahan yang digunakan untuk membuat lukah belut juga lebih banyak, belum lagi tingkat kerumitan merangakainya, karena lukah belut lebih rapat dibanding lukah biasa. Selain terkenal lebih kuat, kata Misdar, lukah Pematang Baru konon memiliki kelebihan lain.
“Banyak yang mengakui lukah Pematang baru pendapatan di banding lukah-lukah lain. entah apa penyebab, entah itu benar atau tidak tapi banyak yang mengatakan begitu. Lukah Pematang Baru seperti berkekuatan magis yang dapat menarik ikan masuk dan terjebak di dalam,” kata Misdar.
Masa air tinggi di musim penghujan, menurut Misdar adalah saat ramai penjualan lukah. Karena saat air tinggi di lahan-lahan persawahan, perangkap ikan tradisional seperti lukah adalah yang paling tepat dan banyak digunakan untuk menangkap ikan.
Selain lukah, sebenarnya masih ada lagi alat tangkap ikan tradisional yang dibuat warga Pematang Baru, tampirai. Namun tingkat kerumitan membuatnya membuat tampirai tak banyak dibuat warga. Ditambah lagi, tak setiap warga dapat membuatnya.
Beda dengan lukah dimana hampir semua warga Pematang Baru dapat membuatnya. Namun saat musim kemarau tiba, penjualan lukah turun drastis.