REDAKSI8.COM – Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, drg Agus Widjaja, memberikan statemen terkait maraknya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Kota Banjarbaru.
Ditemui di kantornya Rabu pagi (6/2), drg Agus Widjaja kepada sejumlah awak media menyampaikan, di Kota Banjarbaru berdasarkan data yang masuk di Dinkes Kota Banjarbaru sampai komulatif 4 Februari 2019, ada 81 kasus Demam Dengue (DD)
“Sedangkan untuk Demam Berdarah Dengue (DBD) ada 148 kasus, kemudian untuk Shock Syndrome ada 3 kasus, dan ketiganya meninggal dunia,” ujar Agus.
Untuk penyakit DD, Agus menerangkan, berawal dari virus yang masuk ke dalam tubuh manusia yang dibawa oleh nyamuk. Kemudian, 7 hari ke depan baru muncul demam.
”Hari pertama sampai hari kedua demam itu kita sebut DD. Kalau dibiarkan, di hari ketiga ini sudah mulai DBD. Kemudian kalau dibiarkan lagi gak diperiksakan, di hari kelima ini bisa syok. Kalau syok itu meninggal,” terangnya.
Lebih lanjut Agus menerangkan, ketika pasien menderita DD, dokter belum bisa memperkirakan si pasien menderita DBD atau bukan, lantaran bisa dibarengi dengan penyakit lain.
”Masyarakat diminta gak usah gelisah dulu kalau demam baru sehari, dua hari, gak usah periksa dulu. Tetapi hari ketiga masih demam segera bawa (periksa). Di situlah tes-tes laboratorium terkait DBD itu bisa lebih jelas,” jelasnya.
Pemeriksaan di laboratorium itu, kata Agus, antara lain pemeriksaan trombosit dan hematokrit berada dalam level normal atau tidak.
”Nanti dokter yang mendiagnosa. Kalau pada saat DBD masuk rumah sakit diketahui, itu aman, tidak akan berlanjut menjadi DD. Yang (terkena) DD ini sering kali karena pasiennya sempat 4 hari di rumah. Di hari kelima si anak ini bisa tiba-tiba tidak demam, lari sana lari sini, tiba-tiba beberapa jam kemudian syok. Nah ini sudah (kondisi) gawat, baru dibawa ke rumah sakit. Itu yang terjadi,” paparnya lagi.
Menurut Agus, yang paling penting dari segala macam hal mengenai DBD ini adalah tindakan pencegahan lebih baik daripada penyembuhan.
Saat disinggung mengenai sosialisasi pencegahan DBD kepada masyarakat, Agus Widjaja selaku Kadinkes Kota Banjarbaru mengaku pihaknya rutin melakukannya sejak dulu.
”Cuma masyarakatnya kan ganti-ganti terus, lupa, ada yang tidak terpapar. Bagaimana mungkin kami petugas kesehatan yang hanya sekian ratus, mengcover 240 ribu manusia Banjarbaru. Kami memerlukan teman-teman dari jurnalis ini juga mensosialisasikan,” ujarnya.
Terpisah, saat wartawan menanyakan kepada sejumlah orang tua yang anaknya terkena DBD dan dirawat di RS Daerah Idaman Banjarbaru, mereka mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait pencegahan DBD sebelumnya.
Seperti yang diungkapkan Muasih, warga Komplek Kelapa Gading Permai Banjarbaru. Ia mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait pencegahan atau penanggulangan DBD, dari dinkes maupun petugas kesehatan lainnya.
Hal senada juga diungkapkan Farida, warga Jalan Jolali Loktabat Utara.
”Gak ada sih selama ini (sosialisasi mengenai DBD sebelumnya). Soalnya anak saya ini sudah dua kali masuk, tahun sebelumnya pernah kena DBD juga. Malah setelah anak saya kena DBD, mereka baru datang ke rumah,” bebernya.