BANJARBARU, REDAKSI8.COM – Para korban dugaan kekerasan di Rumah Yatim Dhuafa Mentaos, Kota Banjarbaru dihadirkan dalam sidang perkara pelanggaran Pasal 80 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kamis (6/4/2023) pukul 12.45 wita.
Meskipun terdakwa Diva Anindita Harsha dan Suparjiono dihadirkan secara virtual, kedua korban yang dihadirkan sebagai saksi berinisial BH dan R tetap tegas membeberkan, apa-apa saja perlakuan yang dialami keduanya selama berada di Rumah Yatim Dhuafa.
Kedua saksi mengaku mendapatkan hukuman dari terdakwa Suparjiono dengan cara disuruh berdiri dengan satu kaki seharian, hanya diberikan istirahat ketika makan dan buang air kecil.
Kemudian kedua korban pun pernah melihat anak – anak lain mendapat kekerasan fisik berupa pukulan yang dilakukan didepan anak-anak lain penghuni panti asuhan.
Bersama adiknya yang baru berusia 6 tahun, BH mengaku mendapat kekerasan semenjak berada di bangku sekolah dasar (SD) kelas 3 hingga kelas 5.
2 tahun menyandang perlakuan yang tidak semestinya Ia dapatkan, BH sempat berpikiran melarikan diri dari panti asuhan tersebut.
“Karena tidak tahan dengan kekerasan yang ada di panti asuhan,” ungkapnya.
Sementara R yang juga mengku korban kekerasan di panti asuhan yang sama, menjelaskan, dirinya mendapatkan kekerasan fisik berupa tendangan di bagian punggung oleh terdakwa Diva setiap kali didapati melakukan kesalahan.
Pada sidang hari itu, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mewakili adalah Khansa Qania Febiani dan Joddi Aditya Indrawan.