REDAKSI8.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banjar H Muhammad Rofiqy melakukan rapat dengan kedua belah pihak terkait permasalahan tanah yang ada di desa Labuan Tabu Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
Ini merupakan rapat yang kedua kali dengan ahli waris pemilik tanah Hilmi dengan PUPR Provinsi Kalimantan Selatan serta kontraktor pengerja yang mengerjakan jalan poros Sungai Ulin Kota Banjarbaru – Mataraman Kabupaten Banjar.
Ketua DPRD Kabupaten Banjar H Muhammad Rofiqy mengatakan bahwa ini adalah rapat yang kedua tentang pembebasan lahan yang dijadikan jalan poros Sungai Ulin Kota Banjarbaru – Mataraman Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
“Ini tentang pembebasan tanah milik Hilmi yang letaknya di desa Jingah Habang Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar, dalam masalah menurut saya, ini proses aja yang kurang tepat, tanah orang dieksekusi tanpa ada surat perintah eksekusi dari pengadilan negeri Martapura Kabupaten Banjar,” ungkapnya
“Ganti rugi lahan ini yang menjadi masalah yang sebenarnya menurut kawan kawan, appraisalnya karena menaruh harga berbeda beda, sedangkan tanah milik Hilmi tempatnya lebih strategis,” tambahnya
Rofiki sangat menyayangkan tentang permasalahan ini, proyek ini sudah jalan, dan jalan poros ini juga sangat berguna bagi kabupaten Banjar saat event tahunan kita yaitu haul Guru Sekumpul dan itu bisa coni ke arah hulu sungai.
“Menurut saya jangan sampai permasalahan proyek jalan ini terganggu dan tidak dilanjutkan, karena jalan ini sangat berguna juga bagi kabupaten Banjar,” ucapnya
Ahli Waris tanah, Hilmi mengatakan bahwa kita hari ini bertemu dengan ketua DPRD Kabupaten Banjar untuk mengdukan hak kami yang belum dibayar oleh pemerintah atas lahan yang sudah dilakukan pengerjaan.
“Kami harapkan mendapatkan nilai ganti rugi yang sesuai, adil dan layak. Karena harga ganti lahan tersebut kami anggap tidak wajaran. Tanah kami yang berada di pinggir jalan lebih murah dari harga tanah yang di belakang,” ungkapnya.
Hilmi juga menjelaskan bahwa harga tanah kami dihargai pada tahun 2014 dengan harga sekitar 200 ribu permeter dan pada tahun 2018 turun menjadi 160 ribu permeter. Sedangkan tanah dibelakang harga awal sama 200 ribu pada tahun 2014 dan pada tahun 2018 menjadi 400 ribu lebih permeter dan sudah dibayar.
“Tidak hanya tanah yang dihargai murah, untuk pohon tanam tumbuh yang kami pelihara sebanyak 615 yang sudah menghasilkan seperti pohon durian, langsat, ramania, rambutan yang dihargai tidak wajar dengan total hanya dihargai 63 juta dan perbatangnya cuman 103.000 perbatang,” jelanya lagi
“Yang lebih anih lagi, ternyata Pengadilan Negri Martapura belum menerbitkan surat eksikusi. Sedangkan untuk dinas PUPR provinsi kalimantan selatan pun tidak ada menyuruh pihak manapun untuk mengusungkan lahan yang belum dibayar. Dan lahan kami sudah di like keliring,” tambahnya